Cerpen karangan: Muhammad Wahyudi
Katagori : Cerpen santri
Dipublikasikan oleh: Ahmad Syaifudin
Katagori : Cerpen santri
Dipublikasikan oleh: Ahmad Syaifudin
PECI KUSAM
Sudah 7 hari ia terdiam di masjid Baitudz Dzakirin siang malam ia
mematri diri, Larut dalam munajat dan taqorrub kepada illahi. Ia pilih tempat
dekat tiang yang membuatnya aman tinggal siang malam di dalam masjid Baitudz
dzakirin. Ia duduk bersila dan memakai
peci kusam menghadap kiblat, sementara mulutnya terus menggumamkan ayat-ayat
suci al-qur’an dengan mata terpejam. Ia hanya menghentikan bacaannya jika adzan
dan iqomat di kumandangkan juga sholat di didirikan, usai sholat ia akan larut
dalam dzikir, sholat sunnah, lalu kembali lirih melantunkan ayat-ayat suci
al-qur’an, dengan hafalan. Mukanya tampak begitu tirus dan sedih. Air matanya
bercucuran.
***
Wahyudi, Muhammad Wahyudi begitu teman-temannya memanggil.
Sudah 7 hari ia menenangkan diri dari semua masalah yang sedang ia
hadapi, lebih tepatnya
ia pergi dari tempat yang sudah 6 tahun ia menimba ilmu, Podok Pesantren NURUL HUDA Tegalsambi Tahunan Jepara.
***
“Kang Furqon, tolong kasihkan surat ini ke mbak Lina yang jadi mbak
ndalem di pondok putri itu loh kang,
biar di sampaikan ke Fatimah.” Ucap Wahyudi kepada Furqon selaku kang ndalem
pondok putra.
“Iya, tapi nanti kalau bikin unjuk’an di dapur aku kasihkan ke mbak
Lina.” Jawabnya.
“Makasih Kang”
“Sama sama”
Kang Furqon pun berlalu meninggalkan Wahyudi.
Tiba-tiba salah seorang santri datang dan mengagetkan wahyudi.
“Yud! Kamu di panggil kang Ikhwan ke kamar pengurus, katanya mau di
sidang oleh semua pengurus keamanan dan ketua pondok, sekarang .“
“Ya, makasih kang saya kesana dulu, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
***
Gadis berparas cantik bernama Fatimatuz Zahrah sedang duduk sambil
melafadzkan ayat-ayat suci Al-qur’an di atas sajadah yang selama ini
menemaninya bermunajat kepada Allah Yang Maha Esa. Tiba-tiba ada seseorang
memasuki kamar dan sedikit membuat fatimah kaget.
“Assalamualaikum.” Ucap
linda yang selama ini menjadi teman curhatan Fatimah, yang selalu ada dalam
suka dan duka Fatimah.
“Waalaikumsalam, Linda.”
Jawab Fatimah.
“Fat, kamu dapat titipan dari wahyudi.” Tersenyum sambil
mengasihkan amplop berisi surat kepada Fatimah.
“Makasih ya, Lin. “
“Iya sama-sama. Fat aku boleh tanya sesuatu nggak sama
sampeyan? Tapi aku takut.”
“Iya boleh, tanya apa Lin? Kayak nggak kenal aku saja, kita kan
udah lama sahabatan masak tanya sesuatu aja sampai takut?” Jawab Fatimah dengan
senang hati.
“Kamu kenapa sih, Fat? Gak
pernah balas surat dari Kang Wahyudi?
Bayangkan coba dia ngasih surat kamu udah dari 3 tahun yang lalu
dan nggak pernah kamu balas sekalipun, dia udah suka sama kamu udah lama loh
Fat, kamu juga kayaknya punya rasa yang sama dengan Kang Wahyudi.” Tanya linda
panjang lebar.
Fatimah hanya tersenyum dan menjawab,” Insya allah suatu saat akan
ku balas Lin.”
“Yaudah deh aku nganut sampean aja.” Jawab Linda pasrah.
“Yok Lin, Udah mau adzan subuh kita ke aula sholat.” Ajak Fatimah,
mereka berdua pun begegas ke aula lantai bawah untuk sholat berjamaah dengan Bu
Nyai.
***
Wahyudi mengetuk pintu pengurus.”Assalamualaikum.”
“Wa’alaikum salam.” Jawab Kang Rozikin salah satu dari anggota
pengurus sambil membukakan pintu dan menyilahkankan Wahyudi untuk duduk di
tengah-tengah para pengurus yang duduk melingkar.
Wahyudi mengambil nafas dalam-dalam untuk mengatur degup jantung
yang semakin kencang karena ia benar-benar gugup dan mencoba tenang. Ia diam
dan benar-benar diam di tengah beribu mata yang menatapnya tajam.
“Kang Wahyudi, sampean ngerti kok sampean di panggil kesini?” Kata
kang Sabil ketua dari semua pengurus membuka percakapan.
“Mboten, Kang.” Jawab Wahyudi dengan suara sedikit bergetar.
“Beneran sampean mboten ngertos?”
Kata Kang Topik, ketua pondok dengan suara agak meninggi.
“Iya kang.” Jawab Wahyudi, kemudian Wahyudi diam dan menunduk.
“Emang nggak tau apa pura-pura nggak tau ?” kata Kang Sabil yang
sedikit agak marah.
Wahyudi masih tertunduk dan diam dalam seribu bahasa.
Wahyudi masih tertunduk dan diam dalam seribu bahasa.
“Dari tadi diam terus,apa sampean bisu?” Kata Kang Sabil Benar-benar marah.
“Sabar kang, sabar , kasihan jangan di kasari.” Kata salah satu
pengurus keamanan.
Wahyudi masih terdiam.
“Kang wahyudi, sampean itu sudah keterlaluan, kemarin sampean sudah
di sidang 4 kali, di takzir berkali-kali seberat apapun tapi sampean masih
belum jera. Dengan kesalahan yang sama, ke Taman semalaman paginya baru pulang ke
pondok, kemarin yang paling parah sampean kepergok Gus Yahya pergi ke pondok
manjat gerbang dan Gus Yahya sendiri yang bilang ke saya.” Ucap Kang Fikri.
“Maaf, Kang.” Hanya kata maaf yang di ucapkan Wahyudi.
“Sekarang sampean nyuwun ngapuro sama keluarga dalem, sampean tidak
di takzir tapi jika sampean masih mengulangi kesalahan lagi, sampean langsung
di aturke Gus Yahya, atas pertimbangan bisa jadi sampean di keluarkan.” Kata
Kang Ikhwan.
“Iya, Kang “ Jawab Wahyudi singkat.
“Besok jangan lupa ba’da jama’ah subuh langsung nyuwun ngapuro ke
keluarga ndalem soalnya ini sudah sangat malam nanti malah ganggu ndalem, dan kami minta maaf terutama saya, ngomong
kasar ke sampean.” Kata kang Topik.
“Iya Kang, saya juga benar-benar minta maaf atas semua
kesalahan-kesalahan saya.” Kata Wahyudi.
“Sekarang kembali ke kamar sampean.”
“Iya kang, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Dan Wahyudi langsung beranjak pergi dari kamar pengurus, lalu
berwudhu kemudian menuju kamar untuk melaksanakan sholat sunnah.
***
Setelah berjama’ah subuh bersama Bu Nyai, Fatimah bergegas menuju
ndalem karena ia mendapat tamu, orang tuanya dari Brebes, saat menuju ndalem ia
berpapasan dengan Wahyudi. Wahyudi tersenyum kepadanya tapi ia langsung
menundukan wajahnya dan mempercepat langkahnya.
***
Suatu pagi tiba-tiba Rafli, orang yang sangat membenci Wahyudi, karena
Wahyudi termasuk santri yang di anggap Abah Yai seperti anaknya sendiri karena
kecerdasannya dan begitu sayang kepada Wahyudi. Karena keinginan Rafli kepada
Wahyudi, dengan mengada-ngada, melaporkan Wahyudi kepada keamanan bahwa Wahyudi
berpacaran dengan Fatimah dan selalu ketemuan di belakang pondok dan membuata
surat cinta palsu dari Wahyudi ke Fatimah yang di jadikan bukti untuk
melaporkan kepada keamanan.
Dan pagi itu Wahyudi dan Fatimah di panggil Gus Yahya dekat kamar
ndalem . Dengan di kawal pengurus keamanan putra dan putri, Wahyudi dan Fatimah
menuju kantor Gus Yahya.
Wahyudi mengucapkan salam dan langsung dibukakan oleh Gus Yahya,
kemudian beliau mempersilahkan duduk.
“Kang-kang dan Mbak-mbak boleh kembali ke pondok.” Kata Gus Yahya
kepada pengurus keamanan.
“Nggeh Gus.” Jawab mereka.
Suasana hening, hanya tiga orang yang berada di ruangan tersebut.
Setelah panjang lebar Gus Yahya memutuskan untuk mengeluarkan Fatimah, karena
mempertimbangkan begitu sayangnya Abah kepada Wahyudi. Mendengar itu Wahyudi
tertunduk lesu, sementara Fatimah hanya tertunduk dan seketika air mata
meleleh, begitu beratnya menghadapi masalah yang sebenarnya ia tidak ia
lakukan.
“Nang, nduk, kalian boleh kembali ke pondok.” Ucap Gus Yahya kepada
mereka.
“Nggeh Gus.” Satu per satu dari mereka pun pergi.
***
Sesampainya di pondok, Fatimah mengambil wudhu untuk melaksanakan
sholat dhuha. Ia mengadukan semuanya kepada allah dan berdzikir, kemudian sujud
kepada Ilahi untuk melupakan semuanya, hanya satu pikiran tertuju pada allah
dan menyerahkan semua kepada kehendak Allah.
***
Delapan hari Wahyudi tidak ada di pondok, hanya Zacki sahabat
karibnya yang mengetahui keberadaannya, seluruh pengurus kewalahan mencari
Wahyudi.
“Paling Wahyudi rak kuat mondok, minggat ke kota palingan, biasanya
kan emang kesitu!” Begitu ucap Rafli ketika semua santri mencoba mencari
Wahyudi. Karena begitu geram mendengar ucapan Rafli, Zacki mencoba mengunjungi
di Masjid Baitudz Dzakirin, juga karena sudah terlalu lama Wahyudi beri’tikaf.
“ Yud, ayo balik udah lama kamu pergi dari pondok, semua teman pada
nyariin, penuhi hak tubuhmu untuk beristirahat.”
“Aku tidak akan membatalkan i’tikafku sebelum 40 khataman.”
Jawabnya.
“40 khataman apa?”
“40 khataman Al-Qur’an dengan hafalan.”
“Sekarang sudah berapa khataman?”
“15 khataman”
“Edan kamu Yud! Masih 25 khataman lagi, kamu sudah begitu pucat,
kasihan tubuhmu butuh istirahat.”
“Aku gak akan kenapa-napa karena aku membaca kalamnya. Udah jangan
ganggu aku!.
“ Bukan maksud aku mengganggumu tapi kasihan tubuhmu.” Kata Zacki.
Wahyudi hanya terdiam. Yaudah, yang penting aku udah mengingatkan.” Dengan
langkah ragu Zacki meninggalkan Wahyudi.
***
Keesokan harinya Zacki memberitahukan kepada pengurus apa yang
sebenarnya terjadi dan para pengurus pun langsung bergegas menuju Masjid
Baitudz Dzakirin di dampingi Zacki,
ketika mereka telah menemukan Wahyudi ternyata wahyudi sudah dalam
keadaan pingsan dengan mengenakan peci kusam yang yang selau ia bawa dan
bersimpuh darah dari hidung, mungkin karena Wahyudi terlalu lelah.
“Astagfirulloh, Kang!” Kata
Zacki.
“Kita bawa ke rumah sakit, kasihan.” Kata seorang pengurus dan
Wahyudi langsung di larikan ke rumah sakit.
***
Tiga hari kemudian Wahyudi menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah
Sakit karena penyakit Leukimia yang tidak di ketahuinya selama ini, Kabar itu terdengar sampai Fatimah. Fatimah
hanya bisa sabar dan mendoakan yang terbaik untuk Wahyudi, meski begitu
terpukul yang dirasa Fatimah. Pondokpun mengadakan khataman bersama untuk Alm
Wahyudi dan Gus Yahya begitu kagetnya ketika begitu banyaknya anak kecil dan
gelandangan dari luar pondok untuk bertakziah, serta merta mendoakan Alm
Wahyudi, dan Gus Yahya lebih terharu ketika seorang anak kecil yang
menceritakan bahwa selama ini Wahyudi dengan tulus mengajari mereka mengaji di
pondok kecil dekat Taman Kota.
Cerita itu tersebar ke seluruh Pondok. Para santriwan dan
santriwati begitu kagum dengan
apa yang dilakukan Wahyudi selama ini.
Silahkan di komen
BalasHapusUhhh sangat menyentuhh hati hhh
BalasHapusUh sedih banget
BalasHapusSubhanaallah perjuangan nya menyentuh hati
BalasHapusKutunggu cerpen selajutnya..
Cerita nya bagus banget 👍
BalasHapusiya bagus cerpennya...semangat berkreasi
BalasHapusSubhanallah 😢
BalasHapusTambah kreasi lagii..
BalasHapusGdjobb
BalasHapusAku kancaku kang Wah😅
BalasHapus