MAKALAH
Macam-Macam Kepemilikan, Asas-Asas Kepemilikan, dan Kepemilikan Dalam Perspektif
Undang-Undang
Ditulis Untuk Didiskusikan dan
Melengkapi Mata Kuliah Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: Dra. Hj. Nurul Maziyah, M.M.

Disusun Oleh:
1.
Ahmad
Syaifudin (171410000521)
2.
Muhammad Sofiyuddin (171410000553)
3.
Muhammad Putu Bagus (171410000548)
PROGRAM STUDI AL- AHWAL AS- SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA TAHUN 2018/ 2019
KATA PENGANTAR
بسم
الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allah SWT.yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Sholawat serta
salam, semoga tercurah kepada junjugan kita Rasulullah SAW. Beserta segenap
keluarga, para sahabat dan pengikut Beliau hingga akhir masa.Amin.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun untuk memperbaiki makalah ini.
Jepara, 16
Oktober 2018
Tim
Penyusun
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 3
A. Macam-Macam Kepemilikan .............................................. 3
B. Asas-Asas Kepemilkan......................................................... 4
C. Kepemilikan Dalam Perspektif Undang-Undang................ 8
BAB III PENUTUP.............................................................................. 9
A. Kesimpulan.......................................................................... 9
B. Saran..................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 10
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam sebagai agama
diturunkan ke bumi dilengkapi dengan aturan-aturan yang menjadi hukum. Hukum
tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi manusia untuk mewujudkan kemaslahatan,
dan tujuan disyariatkan hukum Islam
adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Islam
memiliki pandangan yang khas tentang hak milik, sebab ia dikolaborasi dari
Al-Qur'an dan Al-Hadis. Dalam pandangan Islam pemilik mutlak seluruh alam
semesta adalah Allah sedangkan manusia adalah pemilik relative. Kepemilikan
manusia terikat dengan aturan Allah, ia hanya bertugas utuk melaksanakan
perintah Allah atas pengilaan alam semesta.
Sedang kepemilikan atau milik adalah hubungan antara
manusia dan harta yang diakui oleh syariat dengan membuatnya memiliki
kewenangan terhadapnya, dan ia berhak melakukan perjanjian (tasharruf)
apa saja selama tidak ada larangan yang mengahalangi untuk itu.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kami membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Ada berapakah macam-macam
kepemilikan dan bagaiamanakah
penjelasanya?
2. Bagaimanakah asas-asas
dalam kepemilikan?
3. Bagaimanakah kepemilikan dalam
perspektif undang-undang?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas kami membuat suatu tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui macam-macam
kepemilikan dan penjelasanya
2.
Untuk
mengetahui asas-asas
dalam kepemilikan
3.
Untuk
mengetahui kepemilikan
dalam perspektif undang-undang
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Macam-macam
kepemilikan
Milik
yang dibahas dalam fiqih muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Milk
tam, yaitu suatu kepemilikan yang meliputi
benda dan manfaatnya sekaligus, artinya bentuk benda ( zat benda ) dan
kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh dengan banyak cara,
jual beli misalnya.
2. Milk
naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki
salah satu dari benda tersebut, memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau
memiliki manfaat ( kegunaannya ) saja tanpa memiliki zatnya.
Milik
naqish yang berupa penguasaan terhadap zat barang ( benda ) disebut
milik raqabah, sedangkan milik naqish yang berupa penguasaan
terhadap kegunaannya saja disebut milik manfaat atau hak guna pakai, dengan
cara I’arah, wakaf, dan washiyah.
Dilihat
dari segi mahal ( tempat ), milik dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu ;
1. Milk
al’ain
atau disebut pula milk al raqabah, yaitu memiliki semua benda,
baik benda tetap ( ghair manqul ) maupun benda-benda yang dapat
dipindahkan ( manqul ) seperti pemilikan terhadap rumah, kebun, mobil
dan motor, pemilikan terhadap benda-benda disebut milk al-‘ain.
2. Milk
al-manfaah, yaitu seseorang yang hanya
memiliki manfaatnya saja dari suatu benda, seperti benda hasil meminjam, wakaf,
dan lainnya.
3. Milk
al-dayn, yaitu pemilikan karena adanya utang,
misalnya sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang
dirusakkan. Utang wajib dibayar oleh orang yang berutang.[1]
B. Asas-asas
dalam kepemilikan
Di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah mencantumkan
empat asas kepemilikan benda, yaitu, asas amanah, infiradiyah, ijtima’iyah, dan
manfaat
1. Asas
Amanah
Allah
menempatkan isteri, anak dan harta di satu sisi sebagai amanah, dan di satu
sisi yang lain sebagai fitnah. Hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak
mempunyai kepemilikan mutlak atas harta yang dikuasainya. Dari sudut teologi
Allah adalah Pemilik langit dan bumi dengan segala isinya, sekaligus
juga Allah-lah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Sebagaimana termuat dalam
surat al-hadid ayat 2 Yang artinya : Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan
bumi, dia menghidupkan dan mematikan, dan dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
Ketika
Allah SWT menjelaskan tentang status asal kepemilikan harta kekayaan tersebut,
Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya, dimana Allah SWT menyatakan 'Maalillah' (harta
kekayaan milik Allah).Sementara ketika Allah SWT menjelaskan tentang perubahan
kepemilikan kepada manusia, maka Allah menyandarkan kepemilikan tersebut kepada
manusia. Dimana Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya:
Manusia diberikakan kewenangan mengeksplolarasi dan memanfaatkannya untuk
kemaslahatan manusia. Kewenangan yang diberikan bukan kewenangan mutlak, tetapi
hanya sebuah titipan yang sewaktu-waktu akan dicabut. Manusia diamanatkan bahwa
harta yang dimilkinya bersifat nisbih. Oleh karena itu cara memperoleh dan cara
penggunaannya harus menurut kehendak Pemilk mutlak.
Penegasan
ini menunjukkan bahwa cara memperoleh dan cara penggunaannya dengan cara yang
halal, dan berkualitas. Hukum Islam menempatkan harta sebagai salah satu dari
sumber fitnah.Sedangkan fitnah itu sendiri suatu perilaku yang memprofokasi
individu-individu atau sekelompok orang dengan pemberitaan yang tidak
benar.
2. Asas infiradiyah
Kepemilikan
individu adalah ketetapan hukum syara' yang berlaku bagi zat ataupun manfaat
(jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk
memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi dari barang tersebut
(jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun
karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli). Oleh karena itu
setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara) kepemilikan
tertentu.
Kepemilikan
harta pada dasarnya bersifat individual dan penyatuan benda dapat dilakukan
dalam bentuk badan usaha atau koperasi.hukum Islam
memberikan kebebasan bagi manusia secara individu untuk memiliki harta
sebanyak-banyaknya.Allah telah menyuruh mnusia untuk mencari sebanyak-banyaknya
rezki di muka bumi ini. Oleh sebab itu, pandangan yang menyatakan bahwa sistem
kepemilikan harta dalam Islam selalu bersifat kolektif tidaklah bijaksana. Setiap orang diberi
kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya dan keluarganya.
Jadi
dari pendekatan teologi pemegang hak milik sebenarnya ialah Allah SWT. Manusia
hanya diberi hak mengurus dan mengambil manfaat daripada harta yang
dianugerahkan Allah SWT. Hak milik dalam Islam adalah tidak mutlak tetapi
terikat kepada hukum dan peraturan Allah.Islam meng-iktiraf pemilikan
harta secara individu. Pada masa yang sama Islam mensyaratkan pemilik harta
supaya menjaga dan memelihara agama, jiwa, akal, kehormatan dan keselamatan
harta serta melarang memperoleh harta secara haram.
Pemilikan
harta individu yang tidak terkawal dan terarah boleh mendatangkan gangguan
terhadap orang lain dan kebajikan umum. Demi kesejahteraan dan keharmonisan
hidup masyarakat, Islam telah menentukan cara-cara pemilikan harta.Asas ini
berbeda dengan asas kepemilikan menurut kapitalis konvensional, yang memberikan
kepada pemilik modal seluas-luasnya mengembakan kepemilikannya dengan
mengabaikan hak-hak sosial.
3. Asas ijtima’iyah
Menurut
hukum Islam dalam hak indvidu terdapat hak masyarakat. Hak
masyarakat tidak akan menghapus hak individu, selama hak masyarakat itu
digunakan untuk kepentingan bersama (umum). Harta dapat dimiliki
baik secara individu maupun secara kelompok hanya memiliki fungsi pemenuhan
kebutuhan hidup pemilik, tetapi pada saat yang sama di dalamnya terhadap hak
masyarakat. Hak masyarakat dalam kepemilikan individu didasarkan
pada kepekaan sosial indvidu. Kepekaan sosial ini teraplikasikan dalam
kewajiban individu untuk memnuhi kewajiban ibdah zakat, infak dan sedakah serta
kewajiban sosial untuk kesejahteraan umum dalam bentuk pewakafan.
Hak-hak
sosial yang terdapat dalam kepemilikan harta individu menjadi suatu
keharusan individu untuk memenuhinya. Pemenuhan hak-hak sosial
itu untuk peningkatan kesejahteraan hidup
masyarakat.Betapa banyak para aghniyah mengabaikan asas ini,
tidak ada sentifitas dan kepekaan social untuk membelanjkan kepemilikan harta
mereka untuk kesejahteraan hidup masyarakat. tidak atau kurang adanya kesadaran
akan pertambahan nilai dari pemenuhan hak-hak social itu. Padahal Islam memberi
sinyal bahwa memenuhi satu hak-hak social Allah akan menambahkkan tujuh puluh
nilai kepemilikan harta.
4. Asas
manfaat
Dari
pendekatan filosis pemanfaatan kepemilikan harta pada asasnya diarahkan untuk
memperbesar manfaat dan mempersempit mudarat. Memanfaatkan harta untuk
kepentingan pribadi dan keluarga menjadi kewajiban primer,sedangkan kepentingan sosial kemasyarakata menjadi kewajiban sekunder.
Tetapai pada keadaan tertentu kewajiban sekunder akan menjadi kewajiban primer.
Asas manfaat dalam kepemilikan harta menempatkan
pemenuhuahn kebutuhan pribadi dan keluarga menjadi prioritas, betapa banyak
sinyal- sinyal Alqur’an dan Sunnah Rasul yang menunjukkan itu. Jagalah
dirimu dan keluargamu dari siksaan api neraka. Nafkahilah kerabat-kerabatmu,
kaum fakir dan miskin. Sinyal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan harta itu
diutamakan untuk menikatkan kesejahteraan keluarga sebagai pondasi utama, jika
telah terpenuhi kebutuhan kerabat, baru pemanfaatan selanjutnya untuk memenuhi
kebutuhan orang fakir dan orang miskin.[2]
C.
Kepemilikan Dalam Perspektif Undang-Undang
Cara
Kepemilikan Tanah Menurut UndangUndang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 ditinjau
dari Perspektif Imam Syafi’i. Menurut Imam
Syafi'i cara memiliki tanah mati bisa diperoleh melalui Ihya' al-mawat yaitu
menghidupkan tanah yang mati yang tidak dimiliki seseorang sebelumnya. Hal ini di dasarkan pada
hadits nabi yang menyatakan bahwa barang siapa yang membuka tanah mati yang
tidak ada pemiliknnya, maka tanah tersebut menjadi miliknya. Ide dasar UUPA
cara memiliki tanah dan pemanfaatan lahan kosong yang tidak di miliki
seseorang. Perbedaan yang ada hanya pada izin dari pemerintah. Dalam UUPA
Pemerintah dominan dalam menentukan hak milik atas tanah dan tidak membedakan
siapa saja yang menjadi pemilik hak atas tanah, yang terpenting adalah Warga
Negara Indonesia.Sedangkan menurut Imam Syafi'i tidak perlu adanya izin dari
Pemerintah dan mengkhususkan hanya orang Islam yang berhak atas pembukaan
tanah.[3]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Milik yang dibahas
dalam fiqih muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Milk
tam danMilk naqishah.Dilihat dari segi mahal ( tempat ), milik dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu Milk al’ainatau disebut pula milk al
raqabah, Milk al-manfaah,Milk al-dayn. Sedang asas-asas dalam
kepemilikan itu ada asas amanah, Asas infiradiyah,
Asas ijtima’iyah, danAsas manfaat. Yang terakhir yaitu cara kepemilikan tanah menurut UndangUndang Pokok Agraria No.5 Tahun
1960 ditinjau dari Perspektif Imam Syafi’i. menurut Imam Syafi'i cara memiliki tanah mati
bisa diperoleh melalui Ihya' al-mawat yaitu menghidupkan tanah yang mati yang
tidak dimiliki seseorang sebelumnya.
B.
Saran
Kita sebagai makhluk sosial harus mengetahui
perkara-perkara yang berhubungan denga muamalah seperti hak kepemilikian,
asas-asasnya dan juga kepemilikian dalam perspektif undang-undang yang berlaku
di Indonesia.
Daftar Pustaka
Ghufron A
Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2002.
Haroen Nasrun, Fiqh
Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
Hendi
Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Rajawali Pers, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar