MAKALAH
“ I’ROB ”
Disusun
guna memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Arab
Dosen
Pengampu: Alfa Syahriyah, Lc.,M.Sy
Disusun oleh:
Muhammad
Sofiyuddin (1714.10000.553)
PROGRAM STUDI AL
AHWAL AL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis haturkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesikan makalah berjudul “I’rob” ini tepat waktu.
Makalah
ini penulis menyusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Arab. Selain itu,
penulis berharap makalah ini juga bisa memberikan wawasan kepada rekan-rekan
mahasiswa mengenai Surat secara umum.
Penulis
sangat menyadari bahwa makalah sederhana ini masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, penulis sangat terbuka dengan kritik dan saran dari pembaca guna
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah sederhana ini bisa
bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa-mahasiswi Universitas Nahdlatul
Ulama Jepara.Aamiin.
Jepara,
13 Januari
2018
Muhammad
Sofiyuddin
DAFTAR ISI
Halaman
Judul........................................................................................................i
Kata Pengantar……………………………………………………………......ii
Daftar Isi……….…………………………………………………………......iii
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………....1
1.1 Latar
Belakang Masalah......………………………………………….....1
1.2 Rumusan
Masalah…………...…………………………………….........1
1.3 Tujuan
Penulisan……………...……………………………………......1
Bab II Pembahasan…………………………………………………………...2
2.1
Pengertian I’rob dan Macam-macam I’rob............………………………..2
2.2
Ciri-ciri
I’rob…............................................................................................8
2.3
Pembagian i’rob............................................................................…….....15
2.4
Tanda-tanda i’rob...........................................……………………….....17
Bab III Penutup………………………………………………………….…..26
3.1 Kesimpulan.................……….………………………………...……...…26
3.2 Saran...........................................................................................................26
Daftar
Pustaka…………………………………………………………….....27
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu
nahwu adalah ayah-nya ilmu, sedangkan ilmu shorof sebagi ibu-nya ilmu, ketika
keduanya di padukan maka akan bermunculan ilmu-ilmuyang lan karna-nya,
sebagimana perpaduan ayah dan ibu, mereka akanmenghasilkan seorang anak.
I’rob
adalah bagian dari ilmu nahwu yang menjelaskan perubahansetiap akhir kalimat
atau juga disebut i’rob adalah cara membaca akhir kalimat dengan benar dan
tepat sesuai kaidah-kaidah yang ditentukan.Banyak orang yang mempelajari bahasa
arab tanpa mengerti definisi dari lafadh tersebut, mereka hanya bisa berbicara
tanpa mengetahui kaidah-kaidahnya. Hanya mampu menguasai mufrodatnya saja.Oleh
demikian, saya akan membuat makalah ini untuk membantu belajar membaca dan
membenarkan kata yang sering keluar dari kaidah.
1.2 Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian I’rob ?
2. Berapa pembagian i’rob?
3. Apa
saja tanda-tanda i’rob?
1.3 Tujuan
Masalah
1. Menjelaskan pengertian
i’rob.
2. Menjelelaskan pembagian
i’rob.
3. Menjelaskan tanda-tanda
i’rob beserta contohnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian I’rob dan Macam-macam
I’rob
I`rob adalah
berubahnya cara membaca setiap huruf akhir dari suatu kalimah karena
tuntunan/arahan setiap `amil sehingga dapat juga dimengerti bahwa perubahan
cara membaca harf akhir dari suatu kalimah itu selalu tergantung dari
amilnya.setiap ada perubahan pasti harus ada amilnya (yang merubah ).
Ada
4 macam jenis perubahan yang melekat pada huruf terakhir dari suatu kalimah ,
yaitu :
a. Rafa`
disebut dengan i`rob rafa` :
b. Nashob
disebut dengan i`rob nashob
c. Jar
atau Khofdlun disebut i`rob jer atau khofedl ;
Jar
merupakan istilah yang digunakan oleh para ahli Nahwu di Bashrah , sedangkan
Khofedl istilahnya para ahli Nahwu di Kufah.
d. Jazem
disebut dengan i`rob jazem.
Oleh
karena itu , dalam istilah Ilmu Nahwu , macam-macam i`rob ada 4 (empat) dan
penyebutannya adalah sebagaimana harf
a-d diatas.
Dalam
bahasa Arab ternyata tidak semua huruf akhir dari setiap kalimah itu bisa
berubah walaupun amilnya menuntut untuk berubah atau dibaca tertentu. Oleh
karena itu , berdasarkan dapat atau tidak dapat berubahnya suatu kalimah
berdasarkan tuntunan `amilnya ,kalimah dibedakan menjadi dua . Kalimah yang
harf akhirnya tidak bisa berubah sesusai dengan tuntunan
`amilnya disebut dengan Kalimah Mabni
. sedangkan kalimah yang harf akhirnya bisa
berubah sesuai dengan tuntunan `amilnya disebut dengan Kalimah Mu`rob .
Kalimah-kalimah
yang huruf akhirnya tidak bisa berubah/selalu tetap adalah:
a. Semua
kalimah harf (catatannya ; kalimah harf tidak bisa dimasuki `amil);
b. Semua
Fi`il Madli ;
c. Semua
Fi`il Amar ;
d. Sebagian
Isim ( Isim Dlomir,Isim Maushul,Isim Isyaroh, dan Isim Fi`il yang akan
dipelajari berikutnya) ;
Antara
`amil dan i`rob harus sesuai , artinya apabila i`robnya rafa` maka `amilnya
harus rafa` atau i`robnya nashob maka `amilnya harus nashob, atau jika i`robnya
jar maka `amilnya harus jar dan jika i`robnya jazem maka `amilnya harus jazem.
1.2 Ciri-ciri I’rob
A. I’rob
Rafa’
Dalam rangkai
untuk mengetahui bahwa, suatu kalimah itu di i’robi dengan i’rob rafa’ maka
seseorang harus mengetahui ciri-ciri dan i’rob rafa’ tersebut. Ada 4 ( empat )
ciri yang selalu melekat pada suatu kalimah yang di i’robi rafa’ dengan i’rob
secara lafdzon atau taqdiiron. 4 ( empat) ciri tersebut adalah dlommah, alif,
wawu, dan tetapnya nun.
1. Dlommah
Dlommah menjadi i’rob
rafa’ beretempat pada 4 ( empat ) kategori kalimah, yaitu :
a. Isim
Mufrod
Isim muf’rod adalah
semua bentuk kalimah isim yang maknanya berjumlah satu / tunggal.
Contohnya
:جَاءَ زَيْدٌ
معمول عامل
Kalimah جاء menuntut kalimah supaya di i’robi rafa’,
karena kalimah زيدini maknanya adalah satu ( tunggal ), maka ciri
i’rob rafa’ yang diterapkan pada kalimah زيد adalah dlommah.
Tanwin yang melekat
pada kalimah زيد merupakan penegasan terhadap ke-isiman dari
kalimah زيد .
b. Jama’
Muannats Salim
Jama’
Muannats Salim adalah bentuk kalimah yang maknanya menunjukkan pada sosok atau
sifat perempuan yang jumlahnya ;ebih dari 2 ( dua ). Secara lafadz jama’
muannats salim diketahui dengan adanya penambahan alif dan ta’ setelah harf
akhir kalimah.
Contohnya :قَامَتْ اَلْمُسْلِمَا تُ
Dlommah
merupakan ciri عامل
Rafa` dari
jama`muannats salim,
Ketika dibaca rafa` معمول
Oleh karena mengarah
pada sosok atau sifat perempuan, maka yang bisa dijama’kan dengan menggunakan
jama’ muannats salim adalah kalimah-kalimah sebagai berikut :
1. Nama
seorang perempuan, contohnya زَيْنَبٌ
2. Wasfiyyah,
yang dimaksud wasfiyyah adalah penyebutan terhadap setiap bentuk isim yang
menunjukkan pekerjaan dan perlakunya atau sifat sekaligus pemiliknya atau
sesuatu / sosok yang dikenai pekerjaan. Wasfiyyah yang dijama’kan dengan jama’
muannats salim meliputi :
a. Isim
fa’il untuk perempuan
Isim fa’il untuk
perempuan cirinya secara lafadz adalah adanya tambahan ta’ marbutoh setelah
harf akhir dari shigot isim fa’il. Contohnya : مُسْلِمَةٌ
b. Isim
maf’ul untuk perempuan
Isim maf’ul untuk
perempuan cirinya secara lafadz adalah adanya tambahan ta’ marbutoh setelah
harf akhir dari shigot isim maf’ul. Contohnya :مَبْسُوْطَةٌ
c. Shifat
musyabbahah untuk perempuan.
Shifat musyabbahah
adalah bentuk kalimah isim yang menunjukkan suatu shifat dan pemilik shifat
tersebut. Dalam pengertian ini shifat musyabbahah menunjukkan dua hal sebagai
mana isim fa’il yang juga menunjukkan dua hal, yaitu pekerjaan sekaligus orang
yang mengerjakan. Oleh karena ada keserupaan dengan isim fa’il, maka secara
nama disebut shifat musyabbahah yang artinya shifat yang diserupakan. Termasuk
dalam keserupaan adalah ketika isim fa’il mempunyai fi’il, shifat musyabbahah
juga ada shigot fi’ilnya.
Contohnya : حَسُنَ
ini merupakan fi’il madli, artinya bagus ( shifat ), karena dibentuk
menjadi madli berarti itu pekerjaan. Pertanyaan berkaitan perbandingannya
adalah berjalan, duduk, memotong, dan lain-lain adalah kata kerja / fi’il yang
bisa diketahui pelaksanaannya, hal ini berbeda ketika bagus itu adalah kalimah
fi’ilnya,terus bentuk atau kegiatan pekerjaan dari kalimah / kata bagus itu
seperti apa ?. Misalnya orang yang sholatnya bagus, maka pekerjaannya adalah
sholatnya, sementara kata bagus adalah shifatnya.
Kalimah-kalimah
semacam ini itu dianggap mempunyai kemiripan dengan isim fa’il dalam menunjukkan
dua hal, yaitu shifat dan pemiliknya. Oleh karena itu, kalimah semacam ini
disebut dengan shifat musyabbahah. Shifat artinya shifat dan musyabbahah
artinya yang disamakan. Shifat musyabbahah hanya terjadi dan berasal dari fi’il
tsulatsi mujarrod.
Perbedaan isim fa’il dengan shifat
musyabbahah adalah :
1. Bentuk
isim fa’il dari fi’il yang tsulasi itu mengikuti wazan ( Fa’ilun )
2. Bentuk
shifat musyabbahah adalah tidak beraturan dan tidak mengikuti wazan fa’ilun.
3. Isim
fa’il selalu menunjukkan pekerjaan, baik pekerjaan anggota badan yang tampak,
seperti tangan, kaki, mulut, dan lain-lain, maupun pekerjaan hati, seperti
niat, khawatir, dan lain-lain.
4. Shifat
musyabbahah hanya selalu menunjukkan shifat.
Shifat musyabbahah yang menunjukkan
bahwa pemiliknya adalah sesuatu atau sosok perempuan adalah shifat musyabbahah
yang di akhirnya ditambahi dengan ta’ marbutoh. Contohnya : حَسَنَةٌ
اَلْمُسْلِمَا
تُ حَسَنَا تُ اْلخُلُقِ
Merupakan jama`
muannats dari lafadz حَسَنَةٌ kemudian i`robnya rafa`.oleh karena itu ciri yang digunakan
adalah dlommah pada harf ta` harf yang terakhir.
d. Af’al
Tafdlil untuk perempuan
Af’al tafdlil adalah
bentuk kalimah isim yang menunjukkan shifat dari benda atau sosok dengan
mengikuti wazan af’alu untuk benda / sosok laik-laki atau fu’laa untuk
perempuan.
Pengertian isim
taf’dlil adalah mengandung arti shifat dari sosok / benda tertentu yang
melebihi shifatnya benda /sosok yang lainnya.
Contohnya : زَيْدٌ
اَكْرَمُ مِنْ بَكْرٍ & فَا طِمَةٌ كُرْمِيْ مِنْ زَيْنَبٍ
Artinya : zaid lebih
mulia dari pada bakar dan fatimah lebih mulia dari pada zainab.
Contohnya jama`
muannats salim dari af`al tafdlil :
اَلْمُسْلِمَا تُ كُرْمَيَا تَ مِنَ
اْلكَافِرَا تِ
Merupakan
jama` muannats dari كُرْمَى kemudian i`robnya rafa`, oleh karena itu ciri yang digunakan
adalah dlommah pada ta` harf yang terakhir.
Kalimah yang selalu melekat stelah jama’ muannats
mengandung arti bahwa bentuk kalimah dasar / asal muf’rod dan jama’ muannatsnya
masih sama. Oleh karena itu, kalimah
diartikan dengan jama’ muannats yang bentuk asal mufrodnya selamat dari
perubahan ketika dijama’kan.
c. Jama’
Taksir
Jama’ taksir adalah
bentuk kalimah yang menunjukkan benda yang jumlahnya lebih dari dua dan bentuk
kalimah mufrodnya menjadi berubah ketika sudah dibuat dalam bentuk jama’.
Contohnya :جَاءَ اَلرِّجَالُ
Merupakan
jama` taksir dari رَجُلٌ kemudian
i`robnya rafa` .oleh karena itu ciri yang digunakan adalah dlommah pada ro`
harf yang terakhir.
Adapun perubahan
bentuknya jama’ taksir dari asal mufrodnya dibedakan menjadi 4 macam :
1. Perubahan
pada charokatnya saja, contohnya اَسَدٌ (mufrod),jama`nya menjadi اُسُدٌ
2. Perubahan
pada charokat dan ada harf yang ditambahkan. Contohnya :رَجُلٌ (mufrod),jama`nya رِجَالٌ
3. Perubahan
pada charokat dan ada harf yang dikurangi dari mufrodnya. Contohnya : كِتَا بٌ(mufrod),jama`nya كُتُبٌ
4. Perubahan
pada charokat, ada harf yang ditambahkan dan ada harf yang dikurangi dari asal
mufrodnya. Contohnya لِبٌ: طَا (mufrod),jama`nya طُلَّا بٌ
d. Fi’il
mudlori’ yang harf akhirnya tidak bertemu sesuatu
Secara bentuk
kalimahnya fi’il mudlori’ merupakan fi’il yang paling mudah diketahui karena
harf awalnya selalu berupa salah satu dari hamzah atau nun atau ya’ atau ta’
yang disebut انيت atau نا تي
Hamzah menunjukkan
bahwa subyeknya atau fa’ilnya adalah mutakallim wahdah ( hanya satu orang ).
Nun menunjukkan bahwa
subyeknya atau fa’il adalah mutakallim ma’al ghoiri ( lebih dari satu orang ).
Ya’ menunjukan bahwa
subyeknya fa’ilnya adalah mudzakkar ghoib ( mufrod, tasniyah bila bertemu
dlomir alif tasniyah, jama’ bila bertemu اdlomir
wawu jama’ ) dan jama’ muannats ghoibah ( bila bertemu dlomir nun jama’ niswah
).
Ta’ menunjukkan bahwa
subyeknya atau fa’ilnya adalah mudzakkar mukhotob ( mufrod, tasniyah bila
bertemu dlomir alif tasniyah dan jama’ bila bertemu dlomir wawu jama’ ),
muannatsah ghoibah ( mufrodah dan tasniyah bila bertemu dlomir alif tasniyah )
dan muannatsah mukhotobah ( mufrodah, tasniyah bila bertemu dlomir alif
tasniyah,jama’ bila bertemu dlomir nun jama’ niswah ).
Adapun yang dimaksud
dengan tidak bertemu sesuatu adalah tidak bertemu dengan dlomir alif tasniyah,
wawu jama’ dan ya’ muannatsah mukhotobah. Oleh karena itu, bila ada fi’il
mudlori’ setelah harf akhirya tidak bertemu salah satu dari tiga dlomir
tersebut dan ‘amilnya rafa’, maka ciri rafa’nya adalah dlommah.
Contohnyaزَيْدٌ الطَّعَا مَ : يَاْكُلُ
Merupakan fi’il
mudlori’ yang diawali dengan harf ya’ setelah harf akhirnya tidak ada dlomir
alif tasniyah, wawu jama’ maupun ya’ muannatsah mukhothobah. Karena i’robnya
rafa’ maka cirinya dlommah.
2. Alif
Alif menjadi ciri i’rob
rafa’ bertempst pada satu tempat, yaitu : isim tasniyah atau mulhaq bit
tasniyah. Isim tasniyah maupun mulhaq bit tasniyah merupakan kalimah isim yang
menunjukkan makna yang berjumlah dua. Adapun perbedaan diantara keduanya adalah
a. Kalau
isim tasniyah itu menunjukkan dua hal atau makna dan memang terdiri dua hal
yang sama. Contohnya :زيدان menunjukkan
pada dua orang yang bernama zaid,ketika dipisah akan menunjukkan pada satu
orang yang bernama zaid dan satu orang lagi yang namanya juga zaid.
b.
Sedangkan
mulhaq bit tasniyah itu menunjukkan dua hal atau makna, akan tetapi ketika
dipisah ternyata antara satu hal dengan hal yang satunya lagi menjadi berbeda.
Coontohnya:
قمران menunjukkan
pada dua hal yang merupakan sumber cahaya, namun yang satu adalahقمر dan satunya lagi adalah شمس atau menunjukkan dua makna.
Contohnya : جَاءَ الزَّيْدَانِ
Merupakan isim tatsniyyah yang harus dibaca rafa’,
karena sebagai fa’il / subyek dari kalimah fi’il جاء . Alif
diantara dal dan nun merupakan ciri rafa’. Nun selalu melekat pada isim
tatsniyyah dan harus selalu dibaca kasroh. Nun tersebut menurut ahli nahwu
merupakan pengganti tanwin yang digunakan sebgagai ciri untuk kalimah isim.
3. Wawu
Wawu menjadi ciri i’rob
rafa’ bertempat pada dua tempat, yaitu : Asma’ khomsah dan jama’ mudzkkar
salim.
a. Asma’
Khomsah
Asma’ khomsah merupakan
istilah penyebutan terhadap kelompok isim yang jumlahnya 5, yaitu :ذو, فم, حم, اخ, اب
( yang bermakna yang memiliki / صَاحِبٌ ). ابartinya
bapak, اخ artinya saudara laki-laki, حم artinya saudara laki-laki suami atau istri, فم artinya mulut.
Asma’ khomsah ketika
rafa’ diberi ciri wawu harus memenuhi dua syarat, yaitu :
1. Harus
disandarkan atau di idlofahkan pada kalimah isim yang jatuh setelahnya ( tidak
berdiri sendiri, kalau berdiri sendiri atau tidak disandarkan ciri rafa’nya
adalah dlommah ).
2. Harus
dalam bentuk kalimah mufrod ( tidak tasniyah atau jama’ ).
Contohnyaجَاءَ اَخُوْكَ ( telah
datang saudara laki-lakimu )
Merupakan asma’ khomsah
yang harus dibaca rafa’,karena sebagai fa’il / subyek dari kalimah fi’il جَاءَ. Wawu
diantara kho’ dan kaf merupakan ciri rafa’. Kaf merupakan isim dlomir dan
merupakan kalimah yang disandari oleh اخ .
b. Jama’
mudzkkar salim
Jama’ mudzakkar salim
adalah bentuk kalimah yang maknanya menunjukkan pada sosok atau shifat
laki-laki yang jumlahnya lebih dari dua. Secara lafadz jama’ mudzakkar salim
diketahui dengan adanya penambahan wawu dan nun setelah harf akhir dari kalimah
mufrodnya ketika rafa’.
Sebagaimana jama’
muannats salim, tidak semua kalimah bisa dibentuk menjadi jama’ mudzakkar
salim. Adapun kalimah-kalimah yang bisa dijama’kan dengan jama’ mudzakkar salim
adalah
1. Nama
untuk orang laki-laki, contohnya :شُعَيْبٌ
2. Wasfiyyah
yang dijama’kan dengan jama’ mudzakkar salim meliputi :
a. Isim
fa’il untuk laki-laki.
Isim fa’il untuk
laki-laki cirinya secara lafadz adalah tidak adanya ta’ marbutoh setelah harf
akhir dari shigot isim fa’il. Contohnya : مُسْلِمٌ menjadi مُسْلِمُوْنَ
b. Isim
maf’ul untuk laki-laki.
Isim maf’ul untuk
laki-laki cirinya secara lafadz adalah tidak adanya tambahan ta’ marbutoh
setelah harf akhir dari shigot isim maf’ul. Contohnya :مَبْسُوْطٌ artinya
sesuatu yang digelar, jama’nya مَبْسُوْطُوْنَ .
c. Shifat
musyabbahah untuk laki-laki.
Shifat musyabbahah yang
menunjukkan bahwa pemiliknya adalah sesuatu atau sosok laki-laki. Cirinya
secara lafadz adalah shifat musyabbahah yang di akhirnya tidak ditambahi ta’
marbutoh. Contohnya : حَسَنٌ
Contohnya jama’
mudzakar salim dari shifat musyabbahah :
زَيْدُوْنَ حَسَنُوْنَ فِيْ وُجُوْ
هِهِ
Merupakan jama’
mudzakkar salim dari حَسَن kamudian
i’robnya rafa’. Oleh karena itu ciri yang digunakan adalah wawu yang berada
setelah harf terakhir dari kalimah tersebut.
d. Isim
tafdlil untuk laki-laki
Contohnya jama’
mudzakkar salim dari Af’al Tafdlil :
الْمُسْلِمُوْنَ اَكْرَمُوْنَ مِنَ
الْكَا فِرِيْنَ
Merupakan jama’ mudzakkar salim
dari kemudian i’robnya rafa’. Oleh
karena itu ciri yang digunakan adalah wawu setelah harf yang terakhir dari
kalimah tersebut.
4.Tetapnya Nun
Tetapnya nun menjadi
ciri i’rob rafa’ bertempat pada fi’il mudlori’ yang harf akhirnya kemasukan
atau bertemu dlomir alif tasniyah atau wawu jama’ atau ya’ muannatsah
mukhotobah. Ketiga-tiganya merupakan dlomir semua dan menunjukkan :
a.
Alif ( dlomir alif tasniyah ) menunjukkan bahwa
fa’il atau subyeknya bisa laki-laki atau perempuan, mukhotob atau ghoib yang
jumlahnya hanya dua orang, contohnya :زَيْدَانِ يَقُوْمَانِ
= artinya dua orang yang bernama zaid
kedua-duanya berdiri.
Harf akhir dari fi’il
mudlori’nya adalah alif karena asalnya
setelah mim ada alif yang disebut dengan dlomir alif tatsniyyah. Oleh
karena i’robnya rafa’,maka ciri rafa’nya adalah tetapnya nun setelah harf alif.
b.
Wawu
( dlomir wawu jama’ ) menunjukkan bahwa fa’il atau subyeknya bisa laki-laki
atau perempuan, mukhotob atau ghoib yang jumlahnya lebih dari dua, contohnya : زَيْدُوْنَ يَقُوْمُوْنَ = artinya: para zaid
berdiri semua.
Harf akhir dari fi’il
mudlori’nya adalah mim karena asalnya adalah يقوم, setelah mim ada wawu yang disebut dengan
wawu jama’. Oleh karena rafa’,maka ciri rafa’nya adalah tetapnya nun
setelah harf wawu.
c.
Ya’
( ya’ muannatsah mukhotobah ) menunjukkan bahwa fa’il atau subyeknya satu orang
perempuan yang diajak bicara ( mukhotobah ), contohnya :يَاهِنْدُ تَقُوْمِيْنَ = artinya: hai
hindun, kamu berdiri. Harf
akhir dari fi’il mudlori’nya adalah mim,karena asalnya adalah تقوم setelah mim ada
ya’ yang disebut dengan dlomir ya’ muannatsah mukhothobah. Oleh karena i’robnya
rafa’ maka ciri rafa’nya adalah tetapnya nun setelah harf ya’.
B. I’rob
Nasab
Ada lima ciri
yang selalu melekat pada suatu kalimah yang di i’robi nasab dengan i’rob secara
lafdzon atau taqdiiron. Lima ciri tersebut adalah fathah, kasroh, alif, ya’,
dan terbuangnya nun.
1. Fathah
Fathah menjadi i’rob
nasab bertempat pada tiga kategori kalimah, yaitu:
a. Isim
mufrod
Contohnya
:رَأَيْتُتُ زَيْدّا
معمول عا
مل
Kalimah راى menuntut kalimah supaya di i’robi nasab, karena
kalimah زيد ini maknanya adalah satu ( tunggal / mufrod
), maka ciri i’rob nasab yang diterapkan pada kalimah زيد
adalah fathah. Tanwin yang melekat pada kalimah زيدا merupakan penegasan terhadap ke-isiman dari
kalimah زيد .
b. Jama’
taksir
Contohnya
:رَأَيْتُ الرّجَا لِ
Merupakan jama’ taksir
dari رجل kemudian i’robnya nashob. Oleh karena itu ciri
yang digunakan adalah fathah pada ro’ harf yang terakhir.
c. Fi’il
mudlori’ yang harf akhirnya tidak bertemu sesuatu.
Contiohnya
:لَنْ
يَأْكُل زَيْدٌ الطّعَا مَ عا مل نا
صب
Merupakan fi’il
mudlori’ yang setelah harf akhirnya tidak ada dlomir alif tasniyyah, wawu jama’
maupun ya’ muannatsah mukhothobah. I’robnya nashob, karena kemasukan ‘amil
nasib yang berupa lan. Ciri nashobnya adalah fathah.
2. Kasroh
Kasroh menjadi ciri
i’rob nasab bertempat pada satu kalimah, yaitu :
Jama’ muannats salim.
Contohnya
:رَأَيْتُ الْمُسْلْمَا تِ عا
مل yang
berupa fi’il mudli dan bermakna melihat.
‘amil tersebut membutuhkan subyek / fa’il dan maf’ul / obyek. Maf’ul itu wajib
dibaca nasab
Kasroh merupakan ciri
nasab
dari jama’ muannats
salim
3. Alif
Alif
menjadi ciri i’rob nasab bertempat pada satu tempat, yaitu : asma’ khomsah.
Supaya bisa di i’robi dengan alif ketika nasab, maka syarat sebagaimana dalam
i’rob rafa’ terhadap asma’ khomsah juga harus terpenuhi. Contohnya : رَأَيْتُ أَخَا كَ (
saya
telah melihat saudara laki-lakimu )
Merupakan asma’ khomsah
yang harus dibaca nashob karena sebagai obyek dari kalimah fi’il رأي . alif
diantara kho’ dan kaf merupakan ciri nashob. Kaf merupakan isim dlomir dan
merupakan kalimah yang disandari أخ.
4. Ya’
Ya’ menjadi ciri i’rob
nasab bertempat pada dua tempat, yaitu : isim tasniyah dan jama’ mudzakkar
salim. Perbedaannya adalah :
a. Ya’
yang menjadi ciri isim tasniyah cirinya adalah harf sebelumnya dibaca fathah
dan harf nun setelahnya dibaca kasroh.
Contohnya
:رَأَيْتُ الْمُسْلِمَيْنِ ( saya telah melihat dua orang muslim )
Ya’ ciri nashob dari
isim tasniyah. Mim harf sebelumnya dibaca fathah dan harf nun setelahnya dibaca
kasroh.
b. Ya’
yang menjadi ciri jama’ mudzakkar salim cirinya adalah harf sebelumnya dibaca
kasroh dan harf nun setelahnya dibaca fathah.
Contohnya :رَأَيْتُ الْمُسْلِمِيْنَ ( saya
telah melihat lebih dari dua orang muslim )
Ya’ ciri nashob dari
isim tasniyah. Mim harf sebelumnya dibaca kasroh dan harf nun setelahnya dibaca
fathah.
5. Tebuangnya
nun
Tebuangnya
nun menjadi ciri i’rob nasab bertempat pada bertempat fi’il mudlori’ yang harf
akhirnya kemasukan atau bertemu dlomir alif tasniyah atau wawu jama’ atau ya’
muannatsah mukhotobah. Contohnya :الْكَا فِرُوْنَ لَنْ
يَدْ خُلُوْاالْجَنّةَ
‘Amil Nasib
Asalnya يدخلون ( ini ketika i’robnya rafa’ ), namun setelah
kemasukan لن
amil nasib, maka i’robnya يدخلون menjadi nasab / mansub, kemudian nun-nya dibuang sebagai ciri
nasab.
C. I’rob
Jar / Khofedl
Ada
tiga ciri yang selalu melekat pada suatu kalimah yang di i’robi jar dengan
i’rob secara lafdzon atau taqdiiron. Tiga ciri tersebut adalah kasroh, ya’, dan
fathah.
1. Kasroh
Kasroh menjadi ciri
i’rob jar bertempat pada tiga tempat, yaitu : isim mufrod, jama’ mudzakkar
salim, dan jama’ taksir.
a.
Contoh
isim mufrod :مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
‘Amil jar berupa
Ba’ harf jar.
زيد isim
mufrod dengan i’rob jar karena kemasukan harf jar yaitu ba’. Oleh karena itu,
ciriyang diterapkan pada lafadz زيد adalah
kasroh. Adapun tanwinnya merupakan ciri keisiman dari lafadz زيد yang
merupakan kalimah isim.
b.
Contoh
jama’ muannats salim :مَرَرْتُ بِالْمُسْلِمَا تِ
‘Amil
jar berupa Ba’ harf jar.
المسلما
ت merupakan jama’
muannats salim dengan i’rob jar karena kemasukan harf jar yaitu ba’. Oleh
karena itu, ciri yang diterapkan pada lafadz المسلما ت adalah kasroh.
Contoh
jama’ taksir :مَرَرْتُ بِالْرِجَا لِ ‘Amil
jar berupa Ba’ harf jar.
الرجا ل merupakan jama’ taksir dengan i’rob jar karena kemasukan harf
jar yaitu ba’. Oleh karena itu, yang diterapkan pada lafadz الرجا ل adalah kasroh.
2. Ya’
Ya’ menjadi ciri i’rob
jar bertempat pada dua tempat, yaitu : isim tasniyah dan jama’ mudzakkar salim.
Perbedaannya adalah :
a.
Ya’
yang menjadi ciri isim tasniyah cirinya adalah harf sebelumnya dibaca fathah
dan harf nun setelahnya dibaca kasroh. Contohnya : مَرَرْتُ بِالمُسْلِمَيْنِ
‘ Amil
jar ba’ harf jar
Ya’ ciri nashob dari
isim tatsniyah. Mim harf sebelumnya dibaca fathah dan harf nun setelahnya
dibaca kasroh.
b.
Ya’
yang menjadi ciri jama’ mudzkkar salim cirinya adalah harf sebelumnya dibaca
kasroh dan harf setelahnya dibaca fathah. Contohnya :مَرَرْتُ بِالْمُسْلِمِيْنِ
‘ Amil jar ba’
harf jar
Ya’ ciri nashob dari
isim tatsniyah. Mim harf sebelumnya dibaca fathah dan harf nun setelahnya
dibaca kasroh.
3. Fathah
Fathah menjadi ciri
i’rob jar bertempat pada isim ghoiru munshorif.
Penegertian isim ghoiru
munshorif adalah isim yang tidak bisa menerima tanwin atau dicharokati kasroh.
Alasan ketidak bisanya menerima ciri-ciri kalimah isim, padahal kalimah
tersebut sebenarnya juga kalimah isim adalah adanya keserupaan kalimah tersebut
( isim ghoiru munshorif ) dengan kalimah fi’il dalam hal, sama-sama mempunyai
dua illat atau kondisi dan kedua-duanya merupakan cabang ( bukan asli ). Dua
kondisi atau illat dari kalimah fi’il itu bisa diruntut dari sisi lafadz dan
makna :
a. Secara
lafdziyah, kalimah fi’il itu merupakan cabang dari shigot masdar. Artinya semua
shigot kalimah yang mutashorrifah itu berasal dari shigot masdar. Hal ini
merupakan pendapatnya para ahli nahwu di bashroh.
b. Cara
maknawiyyah, kalimah fi’il itu merupakan cabang dari kalimah isim. Secara makna
untuk bisa memahamkan,kalimah fi’il tidak bisa berdiri sendiri ( tidak bisa
melepaskan dari kalimah isim ) atau dalam pengertian lain, kalimah baru bisa
memahamkan bila disusun bersamaan dengan kalimah isim. Contohnya : fi’il selalu butuh
fa’il, dan fa’il selalu berupa kalimah isim.
Hal tersebut berbeda
dengan kalimah isim, dimana supaya bisa memahamkan tidak harus disusun
bersamaan dengan kalimah fi’il maupun harf. Contohnya :نَصَرَ زَيْدٌ بَكْرًا
Menurut ahli nahwu, dua kondisi atau
illat yang menjadikan kalimah isim menjadi ghoiru munshorrif telah
dikelompokkan menjadi dua :
a.
Kelompok yang pertama adalah kelompok
yang secara dhohir memang dua illat atau kondisi itu terlihat.
b.
Kelompok kedua adalah kelompok yang
secara dhohir hanya terlihat satu illat atau kondisi, akan tetapi secara haqiqi
adalah dua illat atau kondisi.
Kondisi
atau illat tersebut sudah ditentukan, artinya kita tinggal mengikuti dan
menemukannya dalam isim-isim ghoiru munshorif. Menurut ahli nahwu yang termasuk
kelompok pertama / dua illat / kondisi adalah :
1.
‘Alamiyyah
( isim ‘alam / nama orang / benda ) +
‘Ajam ( bahasa selain bahasa arab ), contohnya :مَرَرْتُ
بِإِ بْرَاهِيْمَ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
إبراهيم merupakan isim mufrod yang seharusnya ciri jarnya adalah
kasroh. Akan tetapi, karena dalam kalimah إبراهيم ada dua kondisi yaiyu : ‘alam sebagai nama
seseorang ( ini kembali atau dilihat dari sisi maknanya ) dan ‘alam yaitu bukan
bahasa arab ( ini kembali atau dilihat dari sisi lafadznya ), ciri jarnya إبراهيم
adalah dengan fathah.
a. Nama-nama
para nabi semuanya ‘ajam kecuali : Nabi Hud, Sholih, Syu’aib, dan Muhammad
S.A.W ( keempat-empatnya ini munshorif )
b. Nama-nama
nabi yang ‘ajam semua ghoiru munshorif, kecuali Nabi Nuh, Luth, dan Syis
‘Alaihim salam. Ketiga-tiganya ini tetap munshorif, karena jumlah harfnya hanya
tiga.
c. Semua
nama malaikat ‘ajam, kecuali Munkar, Nakir, Malik, dan Ridlwan. Semua yang
‘arab kecuali Ridlwan adalah munshorif.
2. ‘Alamiyyah ( isim ‘alam / nama oarang / benda
) + Tarkiibun Majziyyun
Tarkib
Majziyy adalah susunan dua kalimah isim yang sudah dijadikan satu dan sebagai
satu kesatuan ( tidak bisa dipisah-pisahkan kembali ). Contohnya :مَرَرْتُ بِمَعْدَيْكَرِبَ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menunut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
مَعْدَيْكَرِب merupakan isim mufrod yang seharusnya ciri jarnya adalah kasro.
Akan tetapi, karena dalam kalimah مَعْدَيْكَرِب ada dua kondisi yaitu ; ‘alam sebagai nama
seseorang ( ini kembali atau dilihat dari sisi maknanya ) dan tarkib majziyyi
yaitu berasal dari susunan ma’di dan karbi secara makna artinya adalah telah
terbebas dari kerusakan. Terbatas = ma’di dan kerusakan =karbi ( ini kembali
atau dilihat dari sisi lafadznya ), kondisi inilah yang menjadikan ciri jarnya مَعْدَيْكَرِب
adalah dengan fathah pada harf terahirnya ( ba’ ).
3.
‘Alamiyyah
( isim ‘alam / nama / benda ) + ‘Adlun ( perubahan kalaimah isim dari satu
bentuk menjadi bentuk kalimah lainnya bukan karena i’lal atau penyamaan (
ilchalq ) dan maknanya tetap sama ). Contohnya :مَرَرْتُ
بِعُمَرَ
Ba’ ‘amil harf jar, yang menuntut kalimah yang
dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
عُمَر
عُمَرmerupakan
isim mufrod yang seharusnya, ciri jarnya adalah kasroh. Akan tetapi karena
dalam kalimah عُمَرada
dua kondisi yaitu ; ‘alam sebagai nama seseorang ( ini kembali ataudilihat dari
sisi maknanya ) dan ‘adlun yaitu lafadz
عُمَر
Berasal dari عا مر ( ini kembali atau dilihat dari sisi
lafadznya ). Maka ciri jarnya عُمَرadalah
dengan fathah.
4.
‘Alamiyyah
( isim ‘alam / nama / benda ) + ( adanya penambahan charf alif dan nun ).
Contohnya :مَرَرْتُ بِعُثْمَا نَ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
عُثْمَا
نَmerupakan
isim mufrod yang seharusnya, ciri jarnya adalah kasroh. Akan tetapi, karena
dalam kalimah عُثْمَا نَada
dua kondisi yaitu ; ‘alam sebagai nama seseorang ( ini kembali atau dilihat
dari sisi maknanya ) dan tambahan alif dan nun yaitu lafadz عُثْمَا
نَberasal
dari عُثْمَ ( ini kembali atau dilihat darsisi lafadznya ), maka ciri
jarnya عُثْمَا
نَadalah
dengan fathah.
5. ‘Alamiyyah
( isim ‘alam / nama/ benda ) + ta’nits ( yang dimaksud dengan ta’nits adalah
kalimah yang menunjukkan tentang perempua;secara lafdzon wa maknan atau secara
maknan tidak lafdzon dan / atau secara lafdzon tidak maknan) ,
Contohnya
: مَرَرْتُ بِفَا طِمَةَ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
فَا طِمَةَ merupakan
isim mufrod yang seharusnya ciri jarnya adalah kasroh. Akan tetapi , karena
dalam kalimah فَا طِمَةَ ada dua kondisi yaitu ;
علم sebagai
nama seseorang (ini kembali atau dilihat dari sisi ma`nanya) dan تَأْنِيْثٌ yaitu kalimahyang menunjukkan kemuannatsan
secara lafdzon wa maknan (ini kembali atau dilihat dari sisi lafadznya),maka
ciri jarnya فَا
طِمَةَ adalah dengan fatkhah.
6.
‘Alamiyyah
( isim ‘alam / nama orang / benda ) + Wazan fi’il ( yang dimaksud dengan wazan
fi’il adalah bentuknya kalimah isim tersebut sama dengan bentuknya fi’il ),
contohnya :مَرَرْتُ بِأحْمَدَ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
أَحْمَد merupakan
isism mufrod yang seharusnya ciri jarnya adalah kasroh . akan tetapi , dalam
kalimah أَحْمَد ada dua kondisi yaitu : علم sebagai nama seseorang (ini kembali atau dilihat
dari sisi maknanya) dan wazan fi`il yaitu kalimah yang menunjukkan bentuknya
sama dengan bentuknya lafadz أَفْعَلَ yang merupakan wazan fi`il ruba`i(ini kembali atau dilihat dari
sisi lafadznya), maka ciri jarnya أَحْمَد adalah dengan fatkhah.
7.
Wasfiyyah
( kalimah isim yang menunjukkan sifat seseorang / benda sekaligus pmilik shifat
tersebut ) + Tambahan alif dan wawu, contohnya :مَرَرْتُ
بِسَكْرَانِ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
سَكْرَانِ merupakan isim mufrod yang seharusnya
ciri jarnya adalah kasroh . akan tetapi ,karena dalam kalimah سَكْرَانِ ada
dua kondisi yaitu :wasfiyyah sebagai sifat (mabuk) yang melekat pada seseorang
(ini kembali atau dilihat dari sisi maknanya)dan tambahan alif dan wawu yaitu
setelah ro` dari سكر (ini kembali atau dilihat dari sisi lafadznya),maka ciri jarnya
سَكْرَانِ adalah fatkhah.
8.
Wasfiyyah
+ ‘Adl, contohnya :مَرَرْتُ بِأخَرَ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
أُخَرَ
merupakan jama` taksir dari أخْرَيْ yang seharusnya ciri jarnya adalah
kasroh
Akan
tetapi , karena dalam kalimah أُخَر ada
dua kondisi yaitu ; wasfiyyah sebagai
sifat yang melekat pada seseorang /benda (ini kembali atau dilihat dari sisi
maknanya ) dan `Adl yaitu dipindah dari lafadz أُخَر(karena
maknanya sama dengan أُخَر) yang
merupakan bentuk af`al tafdlil mudzakkar (ini kembali atau dilihat dari sisi
lafadznya), maka ciri jarnya أُخَر adalah
dengan fatkhah.
9.
Wasfiyyah
+ wazan Fi’il, contohnya :مَرَرْتُ بِزَيْدٍ أحْسَنَ
وَجْهُهُ مِنْ إخْوَا نِهِ
Ba’ ‘amil harf jar,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i’rob jar.
أَحْسَنَ merupakan isim mufrod
yang
mengikuti wazan أَفْعَلَ (Af`al tafdlil uang
bentuknya mengikuti wazan أَفْعَلَ )sebagai
isim mufrod seharusnya ciri jarnya
adalah kasroh. Akan tetapi, karena dalam kalimah أَحْسَنَ ada
dua kondisi yaitu ; wasfiyyah sebagai
sifat yang melekat pada seseorang /benda
(ini kembali atau dilihat dari sisi maknanya) dan wazan fi`il (ini kembali atau
dilihat dari sisi lafadznya),maka ciri jarnya
أَحْسَنَ adalah dengan fatkhah.
Adapun menurut
ahlui nahwu yang termasuk kelompok satu kondisi / ‘illat tetapi menduduki dua
kondisi / ‘illat tetapi menduduki dua kondisi atau ‘illat adalah :
1. Kalimah
isim yang akhirnya berupa alif ta’nis mamdudah
Alif ta’nis mamdudah
adalah alif dan setelah alif tersebut terdapat hamzah, contohnya :مَرَرْتُ بِصَحْرَا ءَ
2. Kalimah
isim yang akhirnya berupa alif ta’nis maqshurroh adalahalif yang berada diakhir
kalimah dan harf seblumnya dibaca fathah. Contohnya :مَرَرْتُ بِحُبْلَى
3. Kalimah-kalimah
yang dibentuk dengan mengikuti wazannya shigot muntahal jumu’. Shigot muntahal
jumu’ adalah bentuk-bentuk jama’ taksir yang mengikuti wazan-wazan :
Contohnya :مَرَرْتُ بِمسَا جِدَ
D. Ciri-ciri
I’rob Jazem
Ada
2 ( dua ) ciri yang selalu melekat pada suatu kalimah yang di i’robi jazem
dengan i’rob secara lafdzon atau taqdiiron atau machallan. 2 ( dua ) ciri
tersebut adalah sukun, dan pembuangan harf.
1. Sukun
Sukun menjadi i’robnya
jazem bertempat pada fi’il mudlori’ yang harf akhirnya berupa harf shohih dan
kemasukan ‘amil jazem.
Contohnya
:لَمْ يَضْرِبْ
زَيْدٌ عَمْرًا
Lam `amil harf jazim ,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i`rob jazem.
يَضْرِبْ fi`il mudlori` yang harf akhirnya shohih dan merupakan ma`mul
majzum , oleh karena itu ciri jazemnya adalah sukun pada ba`.
2. Chadef
/ pembuangan
Chadef menjadi cirinya
i’rob jazem bertempat pada dua tempat :
a. Fi’il
mudlori’ yang harf akhirnya berupa harf ‘illat diberi ciri dengan pembuangan
harfil’illati tersebut.
Contohnya
:لَمْ يَرْمِ
زَيْدٌ وَعَمْرًا
Lam `amil harf jazim ,
yang menuntut kalimah yang dimasuki dibaca dengan i`rob jazem
يَرْمِ asalnya يرمي
merupakan fi’il mudlori’ yang harf akhirnya berupa harf ‘illat dan merupaan
na’mul majmul, oleh karena itu, ciri jazemnya adalah chafful ‘illati
b. Fi’il
mudlori’ yang harf akhirnya kemasukan dlomir alif tasniyah, wawu jama’ atau ya’
muannatsah mukhotobah diberi ciri dengan pembuangan harf nun setelah
dlomir-dlomir tersebut.
Contohnya :زَيْدُوْنَ لَمْ يَضْرِبُوْا عَمْرًا
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
I'rab ialah perubahan akhir kalimah karena perbedaan
amil yang memasukinya, baik secara lafazh ataupun secara perkiraan. Maksudnya:
I'rab itu mengubah syakal tiap-tiap akhir kalimah disesuaikan dengan fungsi
amil yang memasukinya, baik perubahan itu tampak jelas lafazhnya atau hanya
secara diperkirakan saja keberadaannya.
I'rab terbagi menjadi empat macam, yaitu I'rab rafa',
I'rab nashab, I'rab khafadh dan I'rab jazm.
Tanda i’rab rafa’ yaitu dhammah, wawu, alif dan nun.
Tanda I’rab Nasab yaitu fathah, alif, kasrah,
ya', membuang nun. Tanda i’rab
khafadh yaitu kasroh, ya, dan fathah. Dan tanda i’rab
jazm yaitu, sukun dan membuang huruf ‘illat atau nun tanda rafa’.
3.2 SARAN
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, baik masukan maupun kritikan dari
teman-teman, kami harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Dan kami
meminta maaf yang sebesar-besarnya atas ketidak sempurnaan makalah yang saya buat ini.
DAFTRA PUSTAKA
Asari, Hasan, Modernisasi Islam, ( Bandung : Cipta
Pustak, 2007 )
A. Mujib, Dkk. Entelektualisme
Pesantren, ( PT. Diva Pustaka : Jakarta. 2004 )
Ensiklopedia Islam, Departemen Pendidikan Nasional. (PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve : Jakarta. 2003).
Play Blackjack online - JTM Hub
BalasHapusLearn the 부산광역 출장안마 basics of 거제 출장샵 blackjack. 이천 출장안마 You can either play the game of blackjack, or play a live version of 충청북도 출장마사지 Blackjack in the online 시흥 출장샵 casino. This type of blackjack game